Wahidiyah

Minggu, 06 Maret 2016

Wahidiyah


asal segala ketaatan/kebaikan - al hikam oleh muallif sholawat wahidiyah


{وَأَصْلُ كُلِّ طَاعَةٍ وَيَقْظَةٍ وَعِفَةٍ عَدَمُ الرِّضَا مِنْكَ عَنْهَا }

Sumbernya segala tho'at, tho'at melaksanakan perintah Alloh SWT dengan ikhlas dan menjauhi larangan-larangan dari Alloh Ta’ala, dan sadar kepada-NYA, dan menjauhkan diri dari nafsu atau segala yang bersangkutan dengan nafsu. Baik langsung maupun tidak langsung, itu semua dapatnya dilaksanakan, sumbernya adalah tidak puasa kepada nafsu ! Anti pada nafsu ! Barang siapa anti pada sesuatu otomatis memandang pada sesuatu itu selalu jelek. Dan oleh karenanya sama sekali tidak terpengaruh ! tidak merasa puas terhadap apa yang dia anti. Itu nafsu.

            Setengah dari pada kesenangan nafsu ialah, “aras-arasen”, malas, jemu dan sebagainya. Diajak Mujahadah terasa berat, ini jelas kena pengaruh nafsu. Kena belenggunya nafsu. Banyak lagi kesenangan-kesenangan nafsu. Antara lain lagi, ingin selalu enak dan kepenak!. tidak mau kangelan. Pokoknya kesenangan nafsu itu seperti di surga itu. Serba ada. Serba “kun fayakun”. Serba mengkilat, serba menggiurkan, serba memencutkan. Pokoknya seperti di sorga  itulah yang menjadi keringinan nafsu. Mana bisa hadirin-hadirot, didunia kok ingin disurga. Itu tidak mungkin, dunia kok mau dijadikan surga. Itu namanya menyalahgunakan ! kalau menyalahgunakan itu nanti surganya adalah “Jahanam”.

            Dus, orang kok nutut pada nafsunya, sekalipun kelihatannya enak dan kepenak, menguntungkan dan membahagiakan, tapi nanti akibatnya. ...,jauh lebih sengsara dan lebih hina seperti halnya racun yang dibungkus madu atau minuman lezat tapi sesunggubnya racun ! Ya betul, pada waktu makan atau minum yang hanya singkat sekali itu seolah-olah enak dan lezat, tapi pada detik kemudian baru terasa rasa racun tadi. Sehingga berakibat membinasakan!. Begitu juga keinginan nafsu. Sekalipun enak dan kepenak, enak dan kepenak itu hanya dalam waktu yang sangat singkat sekali! Kemudian pada detik-detik berikutnya haru terasa suatu racum yang sangat berbahaya dan sangat membawa kerugian yang besar sekali ! Tak dapat dibayangkan betapa pedihnya ketika merasakan akibat dari pada minum racun “keinginan nafsu” tadi !

            “WA ASLU KULLI THOO’ATIN 'WA YAQODHOTIN WA IFFATIN ADAMUR RIDLO  MINKA ‘ANHA”. Asalnya atau sumber segala tho'at atau perbuatan-perbuatan yang diridloi Alloh SWT, perbuatan-perbuatan yang megntungkan pada umat dan masyarakat, ini sumbernya ialah “tidak nurut kepada nafsu”. Benci kepada nafsu. Nafsu keinginannya menyalahgunakan. Korupsi dan sebagainya dan sebagainya !

            Andai kata bangsa Indonesia sudah hebas dari imperialis nafsu, terutama mereka-mereka yang berkompeten, …. otomatis seperti pepatah “Suwe mijet wohing ranti” : lebih lama memijat buah ranti. Artinya masyarakat adil makmur yang dicita-citakan bangsa Indonesia akan dapat terwujud lebih cepat dari pada memijat buah ranti. Akan tetapi oleh karena bangsa Indonesia sebagian besar. Terutama mereka-meraka yang berkompeten masih dijajah oleh imperialis nafsu yang ganas, menjadi keadaannya seperti yang kita alami sekarang ini. Dekadensi moral, penyelewengan, korupsi dan penyalahgunaan makin menjadi-jadi tumbuh di berbagai banyak bidang.
            Maka dari itu perlu sekali adanya koreksi yang terus menerus kepada imperialis nafsu !. Kalau kita tidak selalu curiga dan waspada, senantiasa mengarahkan, otomatis kita terjebak oleh nafsu !. Kita terjerumus oleh bujukan nafsu !. Ini tidak berarti kita harus meninggalkan atau menentang sama sekali kepada nafsu, tapi... “Mengarahkan”. Mengarahkan dan menertibkan nafsu-nafsu itu, sehingga tidak berlarut-larut, sehingga tidak berlebih-lebihan ! sekali lagi mengarahkan !. Mengarahkan. Nafsu dibuat oleh Alloh SWT itu adalah justru untuk ... untuk supaya dimanfaatkan oleh hamba-NYA! Dimanfaatkan, dijadikan kendaraan yang harus dinaiki untuk ... untuk sowan menghadap kehadirat Alloh SWT ! untuk FAFIRRUU ILALLOH WA ROSULIHI SAW ! Ini maksudnya Alloh Ta'ala mencipta nafsu di dalam kita semua. Tapi jika “kendaraan” atau nafsu itu tadi tidak kita gunakan sebagai kendaraan untuk sowan menghadap kehadirot Alloh SWT, berarti menyalahgunakan ! Seperti halnya diantara kita umpamanya dipinjami atau diberi sesuatu oleh orang lain lebih-lebih orang tua kita, kok tidak laksanakan seperti yang dikehendaki oleh yang memberi atau meminjami itu, ini berarti kita menyalahgunakan. Berarti kita menyelewengkan dan korupsi terhadap apa-apa yang telah kita terima. Begitu juga Alloh SWT memberi nafsu kepada kita, supaya kita pergunakan untuk sowan menghadap kepada-NYA yang memberi nafsu itu ! sebab kalau kita tidak punya nafsu, nafsu makan, misalnya, sekalipun terasa lapar tidak makan. Ini berarti membinasakan pada fisik jasmani kita sendiri. Kedua, lalu kita tidak bisa sowan sadar dan mengabdikan diri kepada-NYA melalui nafsu makan itu. Artinya kita makan demi untuk pelaksanaan dari LILLAH BILLAH. Kalau kita tidak. makan, otomatis kita tidak bisa LILLAH BILLAH dalam bidang itu. Lha itu maksudnya, nafsu makan supaya kita manfaatkan untuk sowan kepada Alloh SWT. Atau untuk LILLAH, kalau tidak makan, kita tidak bisa melaksanakan LILLAH pengabdian diri melalui saluran makan tadi.

            Tapi begitu juga kalau kita makan tidak diperuntukkan LILLAH, tidak kita arahkan untuk pengabdian diri, hanya nuruti ajakan nafsu, itu berarti kita tidak LILLAH, dan berarti kita menyalahgunakan !. otomatis kita harus bertanggung jawab kepada yang memberi. Makan, tidak kita arahkan untuk LILLAH pengendalian diri, lebih-lebih kalau berlebih-lebihan disamping tidak LILLAH tadi, kita mau atau tidak mau pasti akan bertanggung jawab dihadapan ALLOH SWT. “Dulu didunia saya beri nikmat makan,… kamu salah gunakan”. Dan seterusnya !. itu baru soal makan. Begitu juga soal lain-lain, apa saja pokoknya yang ada pada kita
Soal lahiriyah maupun batiniyah kok tidak kita pergunakan untuk pengabdian diri, untuk LILLAH, pasti dikemudian hari diminta pertanggung jawaban !. satu persatu, tidak ada yang keliwatan !.

            Lha ini kita masing-masing bagaimana para hadirin-hadirot, mari kita koreksi !. pokoknya segala perbuatan kita jika kita tidak sadari LILLAH BILLAH otomatis kita dijajah oleh imperialis nafsu !. menjadi budaknya nafsu !. hamba nafsu jadinya !. bukan hamba ALLOH SWT !. bagaimana para hadirin-hadirot ?.

            Apabila orang tidak puas atau anti terhadap nafsu, selalu mengarahkan dan menggunakan nafsunya untuk mengabdikan diri kepada ALLOH SWT. Untuk pelaksanaan LILLAH, otomatis segala sesuatunya selalu mendapat ridlo dari ALLOH SWT !. dia senantiasa menguntungkan kepada lainnya. Senantiasa memberi manfaat kepada lain. Jika orang senantiasa anti pada nafsu atau istilah yang popular senantiasa LILLAH BILLAH, segala keadaannya senantiasa diridloi Alloh SWT wa Rosuulihi SAW. Sebaliknya orang yang senantiasa LINNAFSI BINNAFSI, otomatis senantiasa dikecam oleh Alloh SWT !. dan senantiasa merugikan kepada lainnya. Kelihatannya menguntungkan kepada masyarakat, tapi sesungguhnya merugikan. Yang benar sekali kelihatannya menguntungkan itu hanya buat kedok saja !. lebih-lebih yang lahiriyahnya kelihatannya merugikan dan batiniyahnya merugikan, itu jauh lebih besar merugikan !. itu tadi orang yang selalu LINAFSI BINNAFSI.




Minggu, 21 Februari 2016


umumnya orang yg dijajah imperialis nafsu - al hikam oleh muallif sholawat wahidiyah

وَلَمَّا كَانَ الرِّضَا عَنِ النَّفْسٍ شَأْنُ مَنْ يَتَعَاطَى الْعُلُوْمَ الظَّاهِرِيَةِ الَّتِى لَا تَدْلُّ عَلَى عُيُوْبِ النَّفْسِ نَهَى الْمُصَنِّفُ عَنْ صُحْبَتِهِمْ وَمُخَالَطَتِهِمْ

            Ini pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam ilmiyah lahiriyah secara umum “keistimewaan”. Keistimewaan secara umum disini disebutkan yaitu orang-orang yang berkecimpung dalam hanya ilmiyah lahiriyah yang tidak hubungan dengan bagaimana ganasnya nafsu, itu umumnya orang yang terlihat atau dijajah imperialis nafsu !..

Atau secara umum, pada umumnya orang yang tidak ada perhatian kepada nafsu, tidak senantiasa curiga kepada nafsu, otomatis lebih banyak dirugikan oleh nafsunya.dia tidak merasa !

Senin, 15 Februari 2016




berkawan dg si bejad - al hikam oleh muallif sholawat wahidiyah

{وَلَأَنْ تَصْحَبَ جَاهِلاً لاَ يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ خَيْرً لَكَ مِنْ أَنْ تَصْحَبَ عَالِـمًا يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ}

            Dan sekiranya engkau berkawan dengan orang bodoh, buta huruf tapi anti terhadap nafsunya, itu lebih dari pada berkawan dengan orang yang alim orang cerdik orang pandai tapi masih dijajah oleh imperialis nafsunya.

            Oleh karena, berkawan itu nular atau mempengaruhi, anak yang berkawan dengan anak lain yang nakal, dia ketularan menjadi anak nakal. Berkawan dengan orang yang bejad akhlaqnya, sedikit banyak ketularan. Berkawan dengan orang yang senaiatiasa dikuasai oleh nafsu, LINNAFSI BINNAFSI, ketularan ! oleh karena itu di sini diperingatkan jangan sampai berkawan dengan orang yang akhlaqnya bejad, orang yang tidak senantiasa LILLAH BILLAH !. Tetapi berkawanlah dengan orang yang baik akhlaqnya yang anti pada nafsunya.

            Itu dalam bidang peningkatan kesadaran kecuali dalam bidang penyiaran, bidang penyiaran malah harus mempergauli orang-orang yang bejad untuk di tolong di selamatkan dari kebejatanya!. Bidang berkawan harus dari orang-orang yang akhlaq-akhalqnya lebib baik !. Jadi dalam bidang penyiaran justru kita  harus banyak mempergauli orang-orang bejad untuk ditolong di selamatkan dari kebejatanya!. Bidang berkawan harus dari orang-orang yang akhlaq-akhalqnya lebib baik !. Jadi dalam bidang penyiaran justru kita  harus banyak mempergauli orang-orang yang rusak-rusak. Ibarat orang sakit yang parah harus didahulukan selak keburu mati otomatis jika ada kemungkinan dan terutama mereka-mereka yang masih ada harapan. Harapan untuk sembuh dari kebejatan akhlaqnya. Insya Allah dalam bidang penyiaran ini asal sungguh-suagguh Insya Allah tertolong. Asal kita sungguh-sungguh didalam kita menolong mereka yang sangat parah itu.

            Jadi kembali lagi, “ WA LAANTASHAB JAAHILAN LA YARDLO 'AN NAFSIHI KHOIRUN MIN AN TASHAB ‘AALIMAN   YARDLO 'AN NAFSIHI’'. Berkawan dengan orang bodoh, yang buta huruf yang tidak dikuasai nafsunya malah dapat menguasai mengarahkan nafsunya, itu lebih baik dari pada berkawan dengan orang alim orang pandai tetapi masih dikuasai oleh nafsunya, yang senantiasa nuruti nafsunya. Yang senantiasa LINNAFSI BINNAFSI yang senantiasa berbuat perbuatan yang dikecam oleh Alloh SWT, perbuatan yang merugikan pada umat dan masyarkat sekalipun alim, tapi ilmunya itu berbahasa, tidak manfaat !.
كُلُّ عَالِمٍ لاَ يَنْفَعُ بِعِلْمِهِ هُوَ وَإِبْلِيْسُ سَوَآءٌ

            Semua orang alim, orang yang tahu, tapi tidak memanfaatkan ilmunya, tidak memanfaatkan apa yang dia ketahui, itu sama dengan iblis. Diantara kita para hadirin-hadirot, sudah tahu LILLAH BILLAH itu apa. Sampai di manakah konsekwensinya kita para hadirin-hadirot terhadap apa yang kita ketahui itu mari para hadirin-hadirot, kita koreksi. Kita tahu ilmu LILLAH  BILLAH LIROSUUL BIRROSUL, tahu LINNAFSI BINNAFSI.apa sudah konsekwen!. Semua orang alim orang yang berilmu yang tidak konsekwen dengan ilmunya, itu sama dengan iblis bahkan lebih sesat dan lebih menyesatkan  dari pada iblis!.

            Para hadirin-hadirot, ini sungguh soal yang ... menguntungkan apabila kita sungguh-sungguh, dan merugikan atau menghancurkan apabila kita tledor, glonjom ...!.

            Para hadirin-hadirot, umumnya dari kita, dari masyarakat, dari kita bangsa Indonesia, balikan dari sebagian besar umat manusia sedunia, pada umumnya banyak sekali soal-soal yang pokok yang prinsip yang sudah diketahui oleh mereka. Tahu itu baik, ini buruk, tapi justru sebagian besar umat manusia malah menjalankan yang buruk, menjalankan perbuatan-perbuatan yang merugikan orang lain, menjalankan soal-soal yang dikecam oleh Alloh SWT Ini pada umumnya. Diantara kita para hadirin-hadirot, bagaimana ?. Apakah ya idem seperti itukah, atau bagaimana. Dan di samping itu, kita semua harus bertanggung jawab para hadirin-hadirot. Bertanggung jawab!.

            Pada minggu yang lalu, atau dua minggu yang latu kalau saya tidak salah pernah saya utarakan ada peringatan batiniyah dari salah seorang kawan pengamal wahidiyah sendiri. Yaitu, maksudnya sayang…….!. Kalau Pengamal Wahidiyah terutama di dalam bermujahadahnya kurang bersungguh-sungguh, hanya sambil lalu saja !.
            oleh Alloh SWT.  Sayangnya di dalam mereka berjuang kurang bersungguh-sungguh. Ini peringatan dari .....dari ghoib para hadirin-hadirot. Lha ini apakah cocok dengan fakta dan kenyataan kita, ini terserah kepada Seandainya sungguh-sungguh mereka di dalam mujahadah-mujahadahnya, sudah dulu-dulu diberi pertolongan yang gilang-gemilang kita masing-masing.
           
            Di dalam kita Mujahadah berdepe-depe pada Alloh SWT wa Rosulihi SAW sudah sungguh-sungguh atau belum para hadirin-hadirot. Kita lillah billah, lirrosul birrosul, didalam kita berjuang apakah sudah sungguh-sungguh atau sambil lalu para hadirin-hadirot ! Mari kita koreksi !...

            Sayangnya, para Pengamal Wahidiyah di dalam mereka berjuang, didalam mereka berdepe-depe di hadapan Alloh SWT wa Rosuulihi SAW hanya maaf, hanya “tulak sumpah”  Masih kurang sekali Ya mudah mudahan pengajian pagi ini benar-benar dirdloi Alloh SWT, membawa kemajuan besar yang sebanyak-banyaknya!.




Kamis, 11 Februari 2016



orang alim, yang ridlo kepada nafsunya - al hikam oleh muallif sholawat wahidiyah
{فَأَيُّ عِلْمٍ لِعَالَمٍ يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ}
Apakah boleh dikatakan “ilmu-ilmunya” orang alim, yang ridlo kepada
nafsunya, yang senantiasa dikuasai imperialis nafsunya.

            Dus, orang punya ilmu yang masih dikuasi nafsu, otomatis tidak konsekwen kepada ilmunya yang baik masalah ditinggalkan, yang jelek malah dilanggar diterjang. Atau kalau pada suatu tempo berbuat kebaikan, tapi justru malah buat kedok saja, Atau ada latar belakangnya. Karena ingin dihormat orang lain. Takut tidak terhormat kalau tidak berbuat menjalankan kebaikan. Begitu juga meningalkan barang jelek atau merugikan karena takut. Pokoknya selalu ada latar belakangnya. Yaitu keuntungan pribadi atau nafu!.

            Sekalipun buta huruf tapi dia tidak dikuasai oleh nafsu, otomatis segala perbuatannya senantiasa diridloi Alloh SWT. Otomatis senantiasa membawa manfaat bagi orang lain. Sekalipun ujudnya itu tidak ada hubungan, tidak memanfaati kepada umat dan masyarakat atau kepada lainnya. Sebaliknya, apabila orang dikuasai oleh imperialis nafsu, sekalipun alimnya sundul langit, tapi justru ilmunya itu disalahgunakan untuk keuntungan pribadi atau nafsunya! sama sekali tidak membuahkan manfaat bagi umat dan masyarakat!.

            Itu tidak berarti kita harus menjadi orang bodoh orang buta huruf, jangan menjadl orang alim orang pandai, tidak begitu! yang penting jangan sampai kita menyalahgunakan ilmu kita. Disalahgunakan hanya untuk kepentingan pribadi kita harus konsekwen. Konsekwen terhadap llmu yang kita miliki!.

            Para hadirin-hadirot, ya mudah-mudahan pengajian pagi ini sekali lagi diridloi Alloh SWT wa Rosuulihi SAW, membawa kemajuan yang sebesar-besarnya bagi kemajuan perjuangan Fafirruu ilallohi wa Rosuulihi SAW.

           


Selasa, 09 Februari 2016

cancut tali wondo - al hikam oleh muallif sholawat wahidiyah

Umat dan masyarakat keadaannya sama-sama kita maklumi. Sebagian besar wasyarakat masih banyak yang dikuasai imperialis nafsu. Sebagian besar umat dan masyarakat tidak sadar kepada Alloh SWT. Mereka senantiasa nikmatullah Alloh Ta'ala tapi mereka tidak merasa diberi. Diberi hidup, diberi makan, minum, bekerja, bernafas, berflkir, ... tidak merasa bahwa mereka itu diberi oleh Alloh SWT Ini sebagian besar diberi kekuatan tidak merasa diberi kekuatan oleh Alloh SWT. Malah, disalahgunakan untuk melakukan perbuatan yang dan diancam oleh Alloh SWT yang memberi kekuatan itu. Sebagian besar begitu para hadirin-hadirot. Kita bersama kalau hanya ungkang-ungkang dengkul tidak memperdulikan soal itu para hadirin-hadirot, pasti dituntut oleh Alloh SWT. Dikumpulkan di dalam “naarul jahannam” bersama masyarakat yang menyalahgunakan, malah mungkin sekali malah lebih berat dari pada masyarakat ltu sendiri para hadirin-hadirot. Itu kalau kita tidak segera “cancut tali wondo” menyelamatkan umat dan wasyarakat dari imperialis nafsu yang ganas sekali para hadirin-hadirot. Mari para hadirin-hadirot. Mengadakan kemajuan yang sebanyak-banyaknya dan kita maju dalam ini para hadirin-hadirot, tidak akan megganggu bidang yang lain, bidang rumah tangga, ekonomi dan lain-lain. Insya Allah malah kita maju di dalam berjuang Fafiruu Ilalloh wa Rosuulihi SAW. Insya Alloh ekonomi kita diberi barokah. Para hadirin-hadirot !.


وَمَنْ يَتَقِ الله َ يَجْعَلَ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَيَحْتَسِبْ (الطلاق : ٢-٣ )

Siapa yang sungguh-sungguh takwa pada Alloh SWT pasti dikeluarkan dia dari jalan buntu, dari kesulitan-kesulitan, dan diberi yang sehanyak-banyaknya, dari jurusan yang tidak diduga-duga. Itu para hadirin-hadirot, sumpahnya Alloh SWT kepada kita para manusia .

Senin, 08 Februari 2016


dekatnya tuhan - al hikam oleh muallif sholawat wahidiyah

ِبسْمِ اللهِ الرَّحْـمَنِ الرَّحِيْمِ

( شُعَاعُ الْبَصِيْرَةِ يُشْهِدُكَ قُرْبَهُ مِنْكَ , وَعَيْنُ الْبَصِيْرَةِ يُشْهِدُكَ عَدَمَكَ لِوُجُدِهِ , وَحَقُّ الْبَصِيْرَةِ يُشْهِدُكَ وُجُوْدَهُ لاَعَدَمَكَ وُجُوْدَكَ )

            SYU’ AAUL- BASHIROTl’’ = Penglihatan hati istilah lain “Nurul Aqli” atau “ILMUYAQIIN” satu makna. Kalam orang yang mempunyai ilmul-yaqiin, atau nuurul aqli, akal yang sehat, atau “sorotan hati”, pasti orang yang berilmul yaqiin itu memiliki keyakinan yang tidak mamang lagi, tidak ayak lagi, pasti dia merasa bahwa Alloh dekat. Sebab dia senantiasa merasa dihidupkan, diberi nikmat-nikmat lahir maupun batin. Tidak mungkin atau mustahil T uhan jauh dari dirinya. Sebah Tuhan senantiasa memberi. Memberi hidup, memberi perasaan, memberi pendengaran, penglihatan dan sebagainya otomatis dekat. Dekat, dalam arti... lebih dekat seperti difirmankan dalam AI-Our'an :

وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ(ق: ١٦)

(... dan KAMI lebib dekat kepadanya dari pada urat nadi…).

            Artinya, Sebelum orang melihat misaInya, Tuhan sudah lebih dahulu Maha Mengetahui. Dan justru tahunya, melihatnya manusia itu justru ditahukan, dimelihatkan oleh Tuhan. Jadi dekat itu ada bagi istilah moril atau materiil. Si fulan dekat kepada Pak Lurah, atau pemerintah, atau presiden. Ini tidak herarti dekat fisik atau materinya. Hubungan dengan Tuhan, mustahil kalau yang dimaksud “dekat” itu dekat materi. Sebab Tuhan tidak dan bukan materi bukan seperti benda. Jadi yang dimaksud “dekat” di atas, ialah Tuhan senantiasa tahu dan lebih tahu dari pada kita terhadap kita sendiri. Tuhan lebih menguasai kepada kita. Ini berarti lebih dekat dari pada kita. Tuhan lebih “menghendaki” “WANAATASYAAUUNA ILLA AN YASYAA-ALLOH”. Kamu sekalian tidak dapat berkehendak, kecuali kalau dikehendakkan oleh Alloh. Dibuat punya kehendak atau dalam istilah syari’at sering kita dengar, biar orang melonjak setinggi langit, tapi kalau tidak dikehendaki oleh Alloh, tidak akan sukses lni berarti lebih dekat. Atau dalam dunia aqiqot, justru kehendaknya orang itu digerakkan oleh Alloh. Berarti lebih dekat.

Adapun dekat zatnya,....

            Ini tidak bisa diperhandingkan. Sebab makhluk itu hanya “bayangan” Adanya makhluq hanya bayangan. Sedanglcan KHOLIQ pasti ada, wujud. Apa mungkin bisa diperbandingkan ?.

            Jadi sekali lagi yang dimaksud “dekat” bukan berarti dekatnya dua jenis barang yang berdekatan satu sama lain. Tapi ya itu tadi, Alloh lebih dekat kepada manusia dari pada manusia itu sendiri. Sekalipun manusia itu biberi kehendak, kemampuan dan sebagainya, akan tetapi jika kehendak itu berlawanan dengan kehendak Tuhan, pasti kehendak Tuhan yang menang yang menentukan. Itu pengertian syari’at. Dalam bidang haqiqot, justru kehendak manusia itu adanya karena dikehendaki oleh Alloh. Diciptakan Tuhan bahwa dia mempunyai kehendak. Begitu juga soal lain-lain. Ilmu, pengetahuan kemampuan dan sebagainya. Kalau orang mempunyai fikiran yang sehat, memIliki “syu’aa-ul bashiiroh” atau  “ilmul yaqiin” atau “nuurul’aqli” pasti merasa seperti di dalam kita Mujahadah berdepe-depe di itu merasa bahwa Alloh lebih dekat dari pada dirinya sendiri. Dirasa dalam hati, bukan sekedar pengertian ilmiah saja.

            Orang yang tidak merasa seperti itu, ini berarti dia, hatinya gelap atau buta, kalau hatinya tidak buta, otomatis pandangan hatiya sesuai dan nyocoki dengn keadaan yang sesungguhnya. Dapatklah keadaan sesungguhnya. Yaitu tadi, Tuhan lebih dekat kepada kita dari pada kita terhadap kita sendiri.          

            Istilah “dekat”. Dikasihi, ini berarti dekat. “Minal muqorrobiin”, artinya orang-orang yang dikasihi Tuhan, yang didekati oleh Tuhan.

طُوْبىَ لِلْمُصْلِحِِِِيْنَ بَيْنَ النَّاسِ هُمْ الْمُقَرَّبُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ .الحديث

            (Alangkah bahagianya mereka orang-orang yang mau memperbaiki ummat dan masyarakat, mereka kelak adalah menjadi orang-orang yang didekat, artinya orang-orang yang dikasihi oleh Alloh).
            Jadi dalam arti hadis ini yang dimaksud di dekat, dikasihi. Dekatnya Tuhan pada makhluq, ini dekat dalam arti menciptakan. Semuanya tidak pandang bulu. Baik itu yang terkecam atau yang tidak, ini semuanya dekat kepada Alloh, lebih dekat ini yang dimaksud “dekat” dalam pengajian ini.

            Kalau orang kok merasa dekat dalam arti merasa dikasihi, lalu merasa orang baik-baik, ini namanya takabbur ini. Oleh karena itu ada pepatah atau kata-kata :
رُؤْيَةُ الْقُرْبِ بُعْدِ

            (Merasa dekat (dalam arti dikasihi atau disayangi dipercaya), itu sesungguhnya “budaku”jauh). Lha di sini “dekat” berarti dikasihi, dan jauh berarti tidak dirldloi, Alloh SWT. Dalam Pengajian ini yang dimaksud yaitu seperti yang pertama tadi, Alloh lebih dekat kepada makhluqnya dari pada makhluq itu sendiri kepada makhluq itu sendiri. Artinya lebih menguasai secara mutlak dalam segala bidang. Dan tidak terbatas. Segala makluk diliputi oleh ilmu Tuhan. Tidak ada barang seatom pun betapa kecil dan halusnya yang di luar pengetahuan Tuhan, yang di luar kekuasaan Tuhan semuanya. Dan secara. Mendetail sekecil-kecilnya, tidak ada yang keliwatan.

{ وَعَيْنُ الْبَصِيْرَةِ يُشْهِدُكَ عَدَمَكَ لِوُجُدِهِ}

            “AINUL BASHIIROH” = mata dari penglihatan hati Atau “NUURUL- ILMI” ISTILAH LAIN. Cahayanya ilmu. Atau “AINUL YAQIIN” = kenyataan dari kayakinan. Itu sama maknanya semua.

            Orang yang memiliki “ainul bashiiroh”, atau ilmunya hati bersinar, atau mempunyai “ainul yaqiin” pasti dia merasa bahwa yang ada hanya Tuhan. Dirinya sendiri dan makhluq lain-lain tidak ada. Yang ada hanya Alloh. Itu kalau orang sungguh-sungguh mata hatinya melek dan sehat. Merasa yang ada hanya Tuhan. Saya dan makhluq-makhluq lain sama sekali tidak ada. Karena yang wujud haqiqi yang sungguh-sungguh wujud itu hanya Tuhan. Adapun makhluq, adanya itu karena diwujudkan istilah diwujudkan atau diadakan, berarti tidak wujud atau tidak ada sendiri. Berarti tidak ada dan tidak wujud. Jelas yang wujud hanya Tuhan.Kalau yang mempunyai “ainul bashiiroh atau nuurul ilmi atau ainul yaqiin”, otomatis begitu pandangan hatinya atau perasaannya. Selama dia memiliki ainul yaqiin itu. Makhluq diadakan, diwujudkan oleh Tuhan. Sedang Tuhan wujud dengan sendirinya. Tidak ada yang mewujudkan Tuhan. Malah di samping Alloh wujud, DIA mewujudkan yang lain-lain. Ini namanya “QOYYUUM”. Wujud dan mewujudkan. Atau berdiri tegak dan menegakkan. Ini “qoyyum”. Disebut juga “ismul-a’kdhom”. Hayyun-qoyyum !.

            Sebagai gambaran sering saya menggambarkan. Seorang anak kecil yang belum bisa berdiri sendiri sedang diberdirikan oleh ibunya misalnya. Sekalipun sesungguhnya itu anak kecil kelihatannya berdiri, tapi karena diberdirikan oleh ibunya. Anak kecil itu belum bisa berdiri sendiri, Kalau andai kata dilepaskan oleh ibunya, tentu dia tidak kelihatan berdiri. Namanya sianak kecil itu tidak bisa berdiri. Kelihatanya berdiri karna diberdirikan. Begitu juga mahkluk ini sesungguhnya tidak wujud tidak ada. Kelihatannya wujud, karena diwujudkan. Umpama tidak diwujudkan, pasti tidak ada. Istilah lain namanya “wujud majazi” = wujud bayangan. Wujud haqiqi hanya Tuhan. Kalau orang memiliki “ainul bashiroh”, mata hatinya sehat, otomatis merasa begitu.


Jumat, 05 Februari 2016

i'tiqod itu hanya ilmu - al hikam oleh muallif sholawat wahidiyah

            Ini paling-paling harus menjadi merupakan I'tqod itu hanya ilmiah. Saya mengutip pendapatnya Imam ghozali.

اِذَ مُجَرَدُ اْلاِعْتِقَادِ أَىْ مُجَرَدُ الْتَوْحِيْدِ بِاْلاِ عْتِقَادِ........لاَيُوْرِثُ الْتَّوَكُلَ.
         
            Tauhid yang hanya dengan iktikat saja, ini.. “Laa yuurisut- tawakkul” tidak membuahkan tawakal pasrah bongkokan pada Tuhan. Oleh karena, “iz al-I’tiqod al ilmu” iktiqod itu hanya merupakan ilmu. Ilmu tidak bisa menghasilkan rasa menyerah bongkokan pada Tuhan. Yang dapat membuahkan rasa menyerah bongkokan adalah “al a’maal” amal-amal ibadah. Mujahadah yang dapat merubah sikap itu, sikap batin terutama, adalah amal atau mujahadah istilah Wahidiyah. Ilmu atau pengertian ilmiah hanya boleh dikatakan sebagai pengantar atau arah-arah saja. Dan dalam keadaaa yang sangat terbatas sekali.

            Perjuangan Wahidiyah bukan hanya timbulnya iktiqod saja, tapi pengalaman yang diutamakan. Pengalaman atau perasan hati terhadap kesadaran kepada Alloh SWT wa Rosuulihi SAW. Pengalaman atau perasaan “zauqon” ini yang diutamakan. Yang diperjuangkan oleh Wahidiyah. Adapun soal ilmiah, ya alhamdu  lillah kita umumnya ummat Islam, sudah memiliki iktiqod atau ilmiah-ilmiah. Kalau ditanya tentu begitu jawabnya. Tapi mengenai haliyah atau zauqon ini yang perlu diusahakan diperjuangkan. Pada umumnya soal haliyah ini kita masih sayang sekai.
Masih, sangat dibutuhkan!.

            Para hadirin-hadirot, mari kita adakan koreksi pengalaman kita atau zouqiyah, apakah sudah begitu ?. Artinya merasa, seperti yang kita bahas itu tadi. Ataukah baru merupakan “iktikat” saja ? kalau baru iktikat atau pengertian tauhid, ini gampang sekali lenyapnya. Jauh lebih gampang dari pengalaman dalam rasa atau zauqiyah tersebut!. Terutama dalam keadaan-keadaan yang kritis! terutama dalam menghadapi sakarotul maut! ilmiyah atau tauhid seperti itu, teka-teki sekali.

            Pernah saya utarakan. Antara lain pada minggu yang lalu yaitu soal tauhid, atau iman. Ini ada dua atau tiga macam . Antara lain dasarnya bukan dari ilmu pengetahuan. Melainkan pereaya begitu saja, dari orang tuanya, atau dari gurunya, atau dari situasi lingkungannya yang meyakini bahwa Tuhan itu Satu dan sebagainya. Iman seperti ini adalah yang paling lemah sendiri. Jika tidak senantiasa dipupuk dengan ubudiyah-ubudiyah, dengan mujahadah-mujahadah, dalam keadaan-keadaan yang berbabaya terutama, gampang sekali hilang lenyap. Terutama dalam menghadapi sakarotul maut, mudah sekali lenyapnya iman yang hanya begitu itu.

            Bentuk iman atau tauhid yang kedua, lebih kuat dari yang pertama tadi. Yaitu iman yang berdasarkan ilmiyah, yang didasarkan aqliyah. Yaitu seperti yang dibicarakan antara lain dalam kitab Kifayatul-Awam dan lain-lain kitab tauhid. Alloh SWT kok wujud, itu apa dalilnya, apa buktinya. Dalilnya atau buktinya ya adanya makhluq ini. Atau lebih positif lagi, yaitu “mungkinnya adanya makhluq”. Kalau hanya wujudnya makhluq ini, kalau tidak wujud berarti Alloh tidak ada. Tapi dengan kata-kata “imkannya wujudnya makhluq” ini, sekalipun makhluq ini tidak ada, tidak diwujudkan, tapi “kemungkinan” adanya, ini yang menjadi atau dalil atau bukti adanya Tuhan. lni yang dibahas dalam kitab kifayatul-Awam atau kitab-kitab tauhid lainya. Iman golongan kedua ini sudah lebih kuat dari yang pertama tadi. Tapi juga masih ada lagi tingkat iman yang lebih kuat lagi yaitu tingkat ketiga. Yaitu iman seperti yang diperjuangkan didalam wahidiyah ini. Yaitu perasaan zauqon, memiliki rasa dalam hati yang sunguh-sungguh. Setiap saat setiap detik bahkan dalam segala keadaan. Ini yang paling kuat dari pada yang pertama dan yang kedua tadi.

            Ya mudah-mudahan para hadirin-hadirot, kita dikaruniai memiliki tauhid yang terakhir ini tadi, yang membaja!. Tidak bisa berubah sekalipun menghadapi suatu peristiwa yang dasyat sekali!. Ujian-ujian atau tantangan atau godaan yang begaimanapun dahsyatnya, dalam menhadapi sakarotil maut sekalipun, tidak akan berubah keadaannya!. Dalam sakarotil maut, dimana iblis dengan segala kemampuan yang ada padanya dikerahkan untuk menggelincirkan iman seseorang!. Biarpun begitu,iman bentuk ketiga ini, iman dengan sungguh-sungguh zauqiyah rasa dalam hati tidak akan mengalami perubaban sedikitpun!. Mudah-mudahan kita dikaruniai seperti itu para hadirin-hadirot !.